Sejarah Pasar Bebas
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad.
Perdagangan Bebas 2010
Cina beserta enam negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akhirnya bergabung ke dalam kawasan perdagangan bebas (FTA) mulai awal Januari 2010. Dengan berlakunya zona perdagangan bebas itu, maka Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand pun berencana menghapus tarif 90 persen dari produk-produk impor.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya perdagangan dan cenderung mengarah pada perluasan perdagangan lintas batas antarnegara yang terikat Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-Cina. Demikian seperti diwartakan BBC, Jumat (1/1).
Produsen Cina sendiri nantinya akan memperoleh hak untuk mengekspor bahan mentah ke negara-negara Asia Tenggara. Sebagai imbal balik, negara-negara tersebut juga cenderung memdapatkan akses bahan-bahan dan komponen yang lebih murah dari Cina [baca: Produk Cina Dipastikan Banjiri Indonesia].
Namun, kekhawatiran justru datang dari pihak Asia Tenggara. Disebutkan, beberapa industri di negara-negara ASEAN tidak memiliki kesiapan untuk bersaing dengan Cina. Mereka pun cemas banyak pekerja lokal kehilangan pekerjaan.
Perjanjian perdagangan regional dan bilateral telah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan dijadwalkan beroperasi pada 2010. Ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.
Lain halnya dengan para kritikus yang mengatakan bahwa ini mendorong upaya dan menempatkan negara-negara miskin berada dalam kerugian.(ANS)
Sejarah dari perdagangan bebas internasional adalah sejarah perdagangan internasional memfokuskan dalam pengembangan dari pasar terbuka. Diketahui bahwa bermacam kebudayaan yang makmur sepanjang sejarah yang bertransaksi dalam perdagangan. Berdasarkan hal ini, secara teoritis rasionalisasi sebagai kebijakan dari perdagangan bebas akan menjadi menguntungkan ke negara berkembang sepanjang waktu. Teori ini berkembang dalam rasa moderennya dari kebudayaan komersil di Inggris, dan lebih luas lagi Eropa, sepanjang lima abad yang lalu. Sebelum kemunculan perdagangan bebas, dan keberlanjutan hal tersebut hari ini, kebijakan dari merkantilisme telah berkembang di Eropa di tahun 1500. Ekonom awal yang menolak merkantilisme adalah David Ricardo dan Adam Smith.
Ekonom yang menganjurkan perdagangan bebas percaya kalau itu merupakan alasan kenapa beberapa kebudayaan secara ekonomis makmur. Adam Smith, contohnya, menunjukkan kepada peningkatan perdagangan sebagai alasan berkembangnya kultur tidak hanya di Mediterania seperti Mesir, Yunani, dan Roma, tapi juga Bengal dan Tiongkok. Kemakmuran besar dari Belanda setelah menjatuhkan kekaisaran Spanyol, dan mendeklarasikan perdagangan bebas dan kebebasan berpikir, membuat pertentangan merkantilis/perdagangan bebas menjadi pertanyaan paling penting dalam ekonomi untuk beberapa abad. Kebijakan perdagangan bebas telah berjibaku dengan merkantilisme, proteksionisme, isolasionisme, komunisme dan kebijakan lainnya sepanjang abad.
Perdagangan Bebas 2010
Cina beserta enam negara anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) akhirnya bergabung ke dalam kawasan perdagangan bebas (FTA) mulai awal Januari 2010. Dengan berlakunya zona perdagangan bebas itu, maka Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Thailand pun berencana menghapus tarif 90 persen dari produk-produk impor.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya perdagangan dan cenderung mengarah pada perluasan perdagangan lintas batas antarnegara yang terikat Free Trade Agreement (FTA) ASEAN-Cina. Demikian seperti diwartakan BBC, Jumat (1/1).
Produsen Cina sendiri nantinya akan memperoleh hak untuk mengekspor bahan mentah ke negara-negara Asia Tenggara. Sebagai imbal balik, negara-negara tersebut juga cenderung memdapatkan akses bahan-bahan dan komponen yang lebih murah dari Cina [baca: Produk Cina Dipastikan Banjiri Indonesia].
Namun, kekhawatiran justru datang dari pihak Asia Tenggara. Disebutkan, beberapa industri di negara-negara ASEAN tidak memiliki kesiapan untuk bersaing dengan Cina. Mereka pun cemas banyak pekerja lokal kehilangan pekerjaan.
Perjanjian perdagangan regional dan bilateral telah muncul dalam beberapa tahun terakhir. Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) mengatakan, setidaknya sekitar 400 kawasan perdagangan dijadwalkan beroperasi pada 2010. Ini menjadikan langkah awal menuju perdagangan global liberalisasi yang luas.
Lain halnya dengan para kritikus yang mengatakan bahwa ini mendorong upaya dan menempatkan negara-negara miskin berada dalam kerugian.(ANS)